Cerpen tentang Kasih Sayang
Ayah Membuat Derita Menjadi Cerita
Sejak
pertama aku melihat dunia, aku tak pernah menemukan dia di sampingku. Dia yang
mengandungku selama 9 bulan, dia yang memperjuangkan agar aku bisa tetap hidup
dalam rahimnya bahkan hingga aku terlahir ke dunia, walau tanpanya. Kata Ayah,
aku memanggilnya ‘Ibu’.
Aku
terlahir dengan segala kekuranganku. Aku berbeda. Aku tak memiliki Ibu, dan
hanya memiliki seorang Ayah. Aku tak memiliki dua kaki sempurna, aku hanya
memiliki satu kaki sebelah kanan. Aku tak bisa berjalan dengan normal, tapi aku
berjalan mengandalkan tongkat. Aku bukan gadis dari kalangan berada, melainkan
dari kalangan kumuh. Ayahku hanya bekerja sebagai supir angkutan umum, upah
beliau pun tak pernah lebih dari Rp. 50.000,- setiap harinya. Tapi satu hal,
aku amat bangga memilikinya.
Beliau
pantas ku panggil Ayah, ketika mengingat wajah Ibu dalam bingkai senja, memeluk
angan-angan tentang Ibu, Ayah memberiku pengertian akan kerasnya hidup. Ayah
yang banting tulang bekerja demi menghidupiku buah hatinya yang jika ia mau,
aku mengizinkannya membuangku kapan saja. “kamu kangen sama Ibu?” “iya Ayah” “jangan menangis nak, Ayah bisa gantikan Ibu. Ayah bisa memakai
pakaian Ibu ketika kamu merindukan beliau. Ayah bisa membuatkanmu sarapan
ketika kamu bangun pagi. Ayah bisa membuatmu sempurna seperti Ibu yang selalu
bisa menjadi sempurna di matamu dan di mata Ayah. Jangan menangis nak, maaf”
Ayah, meskipun aku masih dapat melihat tetes air mata duka dari sudut matanya,
tapi ia menyimpan kasih sayang yang luar biasa membuatku kuat.
Ayah,
mengapa engkau begitu tulus? Padahal aku hanya bisa membuatmu susah, menyita banyak
waktumu, membiarkanmu memunguti pecahan gelas kaca yang sering kali aku
jatuhkan, membuat hutangmu setiap helai bulu, menyisakan peluh yang tak pernah
kering di dahimu. Ayah, mengapa semuanya begitu cepat? Saat aku berusaha
membalas kasih sayangmu, saat aku merekam semua hal yang kita lalui bersama,
saat aku menemukan cara agar aku terlihat sempurna dan berguna di kedua matamu,
kau memilih untuk pergi.
“Jangan
pernah menangisi kehidupan, jangan pernah menyerahkan dirimu pada takdir.
Ubahlah takdir itu, rambahlah cakrawala dengan kedua sayapmu. Sapalah mereka
yang mencemoohmu dengan segudang prestasi, buat Ayah dan Ibu bangga karena
telah memperjuangkanmu. Jangan pernah meneteskan air mata untuk dia yang
menyakitimu, tapi teteskanlah air mata itu dalam kristal-kristal berharga untuk
dia yang membahagiakanmu. Ayah selalu berusaha menjagamu dari sudut manapun,
anakku”
Ayah,
kau membuat derita menjadi cerita. Aku akan merindukanmu, ku kenang semua
perkataanmu dalam kehidupanku. Kali ini aku benar-benar sendiri, berusaha
merambah cakrawala entah sampai kapan ujungnya. Terima kasih Ayah, kau selalu
berusaha membuatku menjadi gadis yang kuat. Doaku selalu membasahi nisanmu.
0 komentar:
Posting Komentar